Ciamis, AMNN.co.id – Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Ciamis terus menggencarkan berbagai bentuk intervensi guna menekan angka stunting di wilayahnya. Intervensi dilakukan secara spesifik dan sensitif, menyasar kelompok rentan seperti ibu hamil, bayi, balita, remaja putri, hingga keluarga berisiko.
Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinkes Ciamis, dr. Eni Rochaeni, mengatakan intervensi spesifik merupakan tanggung jawab utama Dinkes, seperti pendampingan ibu hamil yang mengalami anemia atau Kekurangan Energi Kronis (KEK).
“Pengawalan dilakukan sejak masa kehamilan, termasuk bayi lahir prematur atau dengan berat badan lahir rendah (BBLR), karena mereka berisiko mengalami gizi buruk yang bisa memicu stunting,” ujarnya, Rabu (23/4/2025).
Remaja putri juga menjadi sasaran melalui program pemberian tablet tambah darah secara rutin setiap Rabu di sekolah. Langkah ini bertujuan mencegah anemia yang berisiko saat kehamilan di masa mendatang.
Di samping itu, program Gerabah Stunting Manis menyasar keluarga berisiko, seperti calon pengantin, keluarga tanpa sanitasi layak, serta mereka yang belum menerapkan Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).
“Semua Organisasi Perangkat Daerah (OPD) telah memiliki rencana aksi daerah penurunan stunting. Misalnya, jika ada ibu hamil tanpa akses air bersih, Dinas PUPR akan terlibat untuk menangani,” jelas dr. Eni.
Pemberian Makanan Tambahan (PMT) lokal juga terus diperluas berdasarkan data dari Puskesmas. Balita dengan gizi buruk mendapatkan intervensi berkelanjutan hingga kondisi membaik. Dinkes pun berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan untuk pengadaan dan penganggaran PMT.
“Tiap tahun, Puskesmas mengusulkan data jumlah balita dengan gizi kurang atau gizi buruk, lalu diajukan ke Kemenkes untuk alokasi PMT,” terangnya.
Terkait peningkatan angka stunting pada 2023, dr. Eni menegaskan hal tersebut disebabkan oleh perubahan metode survei dari Studi Status Gizi Indonesia (SSGI), bukan karena lonjakan kasus.
Sejak 2023, pelaporan kondisi anak dilakukan mingguan, bukan bulanan, guna mempercepat deteksi dan penanganan. Saat ini, tercatat sekitar 125 anak dengan gizi buruk sedang dalam pemantauan.
“Mudah-mudahan tahun ini bisa tuntas semua. Jika tidak ditangani, anak dengan gizi buruk berisiko meninggal atau menjadi stunting,” tegasnya.
Upaya penanganan turut didukung anggaran dari berbagai sumber, termasuk APBD, dana desa, dan CSR. Salah satu program unggulan adalah Bapak Asuh Anak Stunting, yang melibatkan aparatur sipil negara di lingkungan Pemkab Ciamis.
“Peningkatan kapasitas kader terus kami lakukan, terutama dalam pelatihan pengolahan makanan bergizi. Mereka inilah yang memproduksi PMT lokal di tingkat desa,” pungkas dr. Eni. (PUTRI)