Jakarta, AMNN.co.id – Digitalisasi sertifikat tanah dalam bentuk elektronik dianggap lebih menguntungkan bagi masyarakat, meskipun masih ada kekhawatiran terkait keamanannya.
Hal ini diungkapkan oleh komunikolog Indonesia, Dr. Emrus Sihombing, yang menjelaskan bahwa meskipun teknologi penyimpanan data tidak bisa dijamin 100% aman, digitalisasi tetap lebih aman dan efektif dibandingkan dengan penyimpanan fisik.
Menurut Dr. Sihombing, digitalisasi sertifikat tanah memberikan perlindungan yang lebih baik, terutama mengingat kondisi geografis Indonesia yang rentan terhadap bencana alam seperti gempa, tsunami, tanah longsor, dan banjir.
Sertifikat tanah dalam bentuk fisik cenderung lebih mudah rusak atau hilang saat terjadi bencana alam atau kejadian lain seperti kebakaran atau pencurian.
“Indonesia berada di daerah Ring of Fire, yang meningkatkan potensi bencana alam. Oleh karena itu, digitalisasi sertifikat tanah menjadi langkah yang tepat untuk melindungi dokumen penting masyarakat,” ujarnya.
Meski ada pandangan bahwa penyimpanan data digital rawan ancaman, Dr. Sihombing menilai bahwa sistem yang diterapkan oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) sudah dilengkapi dengan berbagai fitur keamanan yang lebih canggih.
Salah satunya adalah kemampuan untuk mencadangkan data di lokasi terpisah, sehingga mengurangi risiko kehilangan data akibat bencana alam.
Sistem digital juga mampu mencegah manipulasi data, karena setiap perubahan pada sertifikat tanah tercatat dalam rekaman digital yang dapat dipantau oleh pemilik sertifikat melalui aplikasi Sentuh Tanahku. Hal ini menjamin transparansi dalam setiap transaksi atau perubahan yang terjadi.
Keamanan sertifikat elektronik juga dijaga dengan tiga teknologi pengamanan, yaitu Secure Paper (watermark dan cetakan mikro), Secure Access (akses menggunakan SSO, MFA, QR Code, serta Brankas Elektronik), dan Secure File (TTE dari BSrE dengan enkripsi end-to-end).
Teknologi ini memastikan data sertifikat tanah tetap aman dari tindakan pihak yang tidak bertanggung jawab.
Sihombing juga menambahkan bahwa sertifikat elektronik dapat mengurangi potensi praktik mafia tanah yang sering memanipulasi dokumen fisik. Sistem digital ini mempermudah pihak berwenang dalam memantau dan mendeteksi setiap perubahan atau pengalihan hak atas tanah.
Selain itu, digitalisasi sertifikat tanah turut memberikan kemudahan bagi pemerintah dalam melakukan pengadaan tanah untuk kepentingan umum, seperti pembangunan infrastruktur.
Tanah yang tidak terawat atau tidak dimanfaatkan dapat dicabut haknya oleh negara dan kembali menjadi tanah negara, sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2021.
Dengan berbagai keuntungan yang ditawarkan, Dr. Sihombing mengimbau masyarakat untuk segera beralih ke sertifikat elektronik.
“Jangan ragu, sertipikatkan tanah kita dengan sertifikat elektronik. Ini adalah langkah perlindungan yang cerdas dan aman untuk masa depan,” tegasnya. (PUTRI)