Ciamis, AMNN.co.id – Permasalahan stunting di Kabupaten Ciamis terus menjadi perhatian serius. Berdasarkan data terbaru, angka stunting di daerah tersebut mengalami fluktuasi signifikan dalam tiga tahun terakhir.
Dalam acara Halal Bihalal Pemerintah Kabupaten Ciamis yang digelar di Halaman Pendopo Ciamis, Selasa (15/4/2025), Bupati Ciamis Herdiat Sunarya mengungkapkan keprihatinannya atas tingginya angka stunting yang masih terjadi di wilayahnya.
“Angka stunting di Ciamis saat ini masih tinggi, yaitu mencapai 16 persen. Ini menunjukkan masih banyak masyarakat yang mengalami kekurangan gizi. Penanganan ini harus menjadi tanggung jawab bersama, baik pemerintah, para ulama, maupun para dermawan,” ujar Herdiat dalam sambutannya.
Namun, menurut data yang disampaikan Kepala Bidang Keluarga Berencana, Ketahanan, dan Kesejahteraan Keluarga pada DP2KBP3A Kabupaten Ciamis, Nonoy, angka 16 persen tersebut merujuk pada data tahun 2022. Ia menyebutkan bahwa angka stunting di tahun 2023 justru meningkat menjadi 25,4 persen.
“Sementara itu, data tahun 2024 memang belum dirilis secara resmi oleh Kementerian Kesehatan. Namun, hasil survei manual dari tim pendataan daerah memperkirakan angkanya turun menjadi sekitar 12,5 persen,” jelas Nonoy saat dikonfirmasi Asajabar.
Ia menambahkan, hasil resmi Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2024 diperkirakan akan diumumkan pada awal Mei 2025 oleh Sekretariat Wakil Presiden Bidang Penanganan Stunting.
Untuk menekan angka stunting, DP2KBP3A Ciamis telah meluncurkan program inovatif bertajuk Gerabah Stunting Manis (GSM). Program ini menyasar empat kelompok keluarga rentan, yaitu keluarga remaja dengan calon pengantin, ibu hamil, keluarga dengan balita usia dua tahun ke bawah, dan keluarga pasca melahirkan.
“Sebanyak 2.841 tim pendamping keluarga tersebar di seluruh desa di Ciamis. Mereka melakukan pendampingan rutin setiap bulan dan bekerja sama dengan kader Posyandu, petugas KB, serta tenaga kesehatan di puskesmas,” ujar Nonoy.
Ia juga menyoroti gaya hidup remaja sebagai salah satu faktor risiko stunting, khususnya akibat pola konsumsi yang kurang sehat.
“Banyak remaja mengalami anemia karena kurang asupan buah dan sayur. Makanan seperti seblak boleh dikonsumsi, tapi hanya sebagai selingan. Edukasi gizi seimbang sangat penting sejak dini,” tambahnya.
Dari sisi pendanaan, upaya penanganan stunting di Ciamis mendapat dukungan anggaran sekitar Rp13,5 miliar yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK). Dana tersebut sebagian besar disalurkan ke kecamatan dan desa untuk mendukung operasional kader di lapangan, termasuk penyediaan alat permainan edukatif (APE).
“Penanganan stunting harus dilakukan secara terpadu, mulai dari pola makan, pola asuh, hingga sanitasi lingkungan,” pungkas Nonoy. (PUTRI)